Peran Vital Komite Kesehatan Rumah Sakit dalam Melaksanakan Monitoring PPRA Secara Efektif

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) di Rumah Sakit menjadi landasan bagi pelaksanaan monitoring PPRA di Indonesia. PPRA bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotik di rumah sakit. Melalui kebijakan ini, setiap rumah sakit wajib melakukan pengawasan terhadap konsumsi antibiotik dan membentuk komite kesehatan rumah sakit. 

Resistensi antibiotik telah menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat di dunia. Kebalnya bakteri infeksi terhadap antibiotik menyebabkan obat antibiotik tidak lagi dapat membunuh atau menghambat perkembangan bakteri infeksi. Dampaknya, proses penyembuhan sulit untuk dilakukan, dan dapat mengakibatkan infeksi yang lebih berbahaya serta menimbulkan biaya pengobatan yang lebih tinggi.

Peran Rumah Sakit Dalam Mengendalikan Konsumsi Antibiotik

Resistensi antibiotik terjadi ketika penggunaan antibiotik dilakukan dengan keliru, baik karena peresepan antibiotik untuk jenis infeksi yang salah, dosis yang keliru, maupun durasi penggunaan yang tidak tepat. Peran rumah sakit serta tenaga medis dalam melakukan peresepan yang tepat, melakukan edukasi, serta monitoring PPRA menjadi sangat penting untuk mencegah perilaku konsumsi obat antibiotik yang keliru. Dengan terkendalinya konsumsi antibiotik, potensi terjadinya resistensi antibiotik di rumah sakit juga dapat diminimalisir.

Untuk melaksanakan PPRA dengan optimal, manajemen rumah sakit perlu menyusun kebijakan dan pedoman penggunaan antibiotik yang diperbarui secara berkala. Hal ini menjadi dasar pedoman bagi dokter dan staf rumah sakit dalam melakukan peresepan obat antibiotik, distribusi obat antibiotik, serta melakukan kegiatan PPRA kepada pasien. Dengan dasar pedoman yang tepat, serta kebijakan yang mendukung efektivitas monitoring PPRA, rumah sakit dapat berkontribusi dalam mengendalikan konsumsi antibiotik.

Sebagai profesional pemberi asuhan, dokter juga bertanggung jawab dalam mengedukasi jenis antibiotik yang diberikan, dosis dan durasi pemakaian, bahaya resistensi antibiotik kepada pasien, serta pentingnya melaporkan setiap gejala atau efek samping yang dirasakan setelah konsumsi antibiotik. Dengan edukasi yang baik, pasien akan ikut terlibat dalam memantau efek yang timbul setelah konsumsi antibiotik.

Salah satu langkah penting dalam menjalankan monitoring PPRA adalah membentuk tim komite kesehatan rumah sakit yang terdiri dari Komite Farmasi dan Terapi (KFT), Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (KPPI-RS), Tim Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA). Komite kesehatan tersebut secara khusus berfokus dalam melakukan PPRA dalam upaya mencegah resistensi bakteri terhadap antibiotik. 

Tugas dan Fungsi Komite Kesehatan Rumah Sakit

KFT, KPPI-RS, dan PPRA merupakan kepanitiaan khusus yang dibentuk untuk melakukan kegiatan monitoring PPRA di rumah sakit, baik itu mencegah penyebaran bakteri resisten serta membatasi penggunaan antibiotik yang tidak perlu. Secara spesifik, masing-masing tim komite tersebut memiliki peran dan tanggung jawabnya masing-masing.

KFT bertanggung jawab untuk menyusun kebijakan dan pedoman penggunaan antibiotik yang bijak dan tepat. Pedoman ini mencakup pilihan antibiotik, dosis, durasi pengobatan, dan juga penggunaan antibiotik sebagai profilaksis. Hal tersebut termasuk dalam melakukan revisi terhadap pedoman penggunaan antibiotik serta pengawasan penggunaan antibiotik.

KPPI-RS memiliki peran kunci dalam mengembangkan, mengimplementasikan, dan memantau langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah dan mengendalikan penyebaran mikroba resisten. isolasi penderita, monitoring infeksi dan resistensi, hingga penanganan unit kerja sumber mikroba resisten (source control).

Terakhir, tim PPRA bertugas untuk membantu manajemen rumah sakit dalam  mengkoordinasikan dan melaksanakan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian resistensi antimikroba di berbagai tingkatan fasilitas kesehatan (faskes). Tim PPRA harus merumuskan kebijakan dan program PPRA yang diperlukan, menerapkan kebijakan-kebijakan PPRA, melaksanakan monitoring PPRA, hingga melakukan evaluasi terhadap program yang telah dilaksanakan.

Pentingnya Dukungan Teknologi dalam Melaksanakan Monitoring PPRA

Melalui komite kesehatan seperti KFT, KPPI-RS, dan PPRA, rumah sakit dapat memantau penggunaan obat antibiotik sehingga dapat mengurangi risiko infeksi nosokomial dan melindungi pasien dari ancaman tersebut. Itu artinya, lebih banyak nyawa yang terselamatkan serta menekan biaya pengobatan yang harus dikeluarkan oleh pasien.

Ketersediaan sumber daya dan teknologi juga sangat dibutuhkan untuk menunjang kinerja tim komite kesehatan rumah sakit. Misalnya dengan menambahkan modul monitoring PPRA pada Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS), tim komite ini dapat dengan mudah mengelola dan memantau data penggunaan antibiotik secara efisien dan akurat. Hal ini pada akhirnya akan berdampak pada kinerja dan efektifitas program PPRA yang dilaksanakan.

Dengan dukungan teknologi canggih dan tampilan yang intuitif, AVIAT SIMRS menjadi solusi yang sangat relevan bagi rumah sakit dalam mengoptimalkan program PPRA dan upaya pencegahan infeksi nosokomial. Dalam mengintegrasikan modul monitoring PPRA ke dalam SIMRS, rumah sakit tidak hanya memastikan penggunaan antibiotik yang tepat, tetapi juga mengurangi risiko infeksi dan biaya pengobatan bagi pasien. Dengan AVIAT SIMRS, rumah sakit dapat lebih efisien memantau dan mengelola data penggunaan antibiotik, menjaga keselamatan pasien, serta meningkatkan kinerja program PPRA secara keseluruhan. Tertarik untuk berdiskusi lebih banyak tentang modul-modul AVIAT SIMRS? Hubungi tim marketing AVIAT dan kami siap untuk mendukung transformasi layanan faskes Anda!

Similar Posts