Tantangan Penerapan Sistem Rekam Medis Elektronik di Indonesia

Kementerian Kesehatan (KemenKes) RI telah mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan seluruh fasyankes di Indonesia menerapkan sistem rekam medis elektronik. Aturan ini mencakup seluruh penyedia layanan kesehatan serta industri kesehatan di Indonesia, baik milik pemerintah maupun swasta. Transformasi digital rekam medis ini ditargetkan telah selesai pada 31 Desember 2023 ini.

Penerapan rekam medis elektronik bukanlah hal yang sederhana. Ada berbagai tantangan yang harus dihadapi dalam proses implementasinya. Terlebih lagi, pemerintah menargetkan integrasi data rekam medis di seluruh fasilitas kesehatan (faskes) melalui platform SATUSEHAT yang telah disiapkan. Berikut tiga tantangan utama dalam penerapan sistem rekam medis elektronik di Indonesia.

Keamanan Data

Salah satu aspek yang selalu menjadi perhatian dalam sebuah transformasi digital adalah keamanan data. Data digital yang mudah diakses melalui jaringan internet dianggap rentan akan kebocoran, terlebih dengan maraknya kejahatan siber yang terjadi belakangan ini. Ini akan menjadi tantangan bagi faskes untuk membangun sistem keamanan yang memadai  dalam penerapan sistem rekam medis elektronik. KemenKes menekankan bahwa transformasi digital rekam medis harus diselenggarakan dengan prinsip keamanan serta kerahasiaan data dan informasi.

Beberapa kasus kebocoran data pribadi di Indonesia membuat sebagian besar masyarakat mulai memperhatikan aspek keamanan. Sektor kesehatan tidak terlepas dari kejahatan siber ini. Dilansir dari www.aptika.kominfo.go.id, sebesar 720GB data digital berisi 6 juta data pasien yang disimpan oleh Kementerian Kesehatan diduga diretas oleh hacker. Data ini kemudian dijual secara umum pada Raid Forum.

Kebocoran data KemenKes tersebut bukanlah satu-satunya kebocoran data kesehatan yang pernah terjadi di Indonesia. Jutaan data kesehatan dari berbagai fasyankes serta industri kesehatan baik swasta maupun pemerintah telah berhasil diretas sebelumnya. Hal serupa bisa saja terjadi jika implementasi rekam medis elektronik tidak didukung oleh keamanan data yang tangguh.

Pemerataan Infrastruktur Digital

Dilansir dari www.cnnindonesia.com, data Bank Dunia mencatat ada sekitar 94 juta masyarakat Indonesia di daerah pedesaan/pelosok yang masih kesulitan mengakses internet.  Hal tersebut terjadi karena infrastruktur digital dan jaringan yang masih belum merata. Padahal, dua hal tersebut memiliki peran yang sangat penting dalam penerapan rekam medis elektronik. Oleh karenanya, pemerataan infrastruktur menjadi salah satu tantangan bagi fasyankes dan seluruh stakeholder yang terlibat.

Kesenjangan infrastruktur digital antar daerah, khususnya daerah perkotaan dan pedesaan memang masih terjadi. Indeks infrastruktur dan ekosistem digital yang dibuat oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) pada tahun 2022 menunjukan kesenjangan ini. Dilansir dari www.databoks.katadata.co.id, DKI Jakarta mendapat skor kesiapan infrastruktur digital sebesar 54,5. Angka tersebut menjadikannya sebagai provinsi dengan ketersediaan infrastruktur digital terbaik di Indonesia. Sayangnya, daerah-daerah lain mendapatkan skor yang jauh di bawah Jakarta, misalnya seperti Sulawesi Barat yang mendapat skor 30,62 serta Papua dengan skor 28,64.

Mengingat bahwa kebijakan rekam medis elektronik ditujukan kepada semua fasyankes di seluruh wilayah Indonesia, pemerataan infrastruktur digital menjadi tantangan yang harus dihadapi.

Kesiapan Infrastruktur Digital 

Dilansir dari www.thejakartapost.com, Indonesia masih berada di urutan 6 dari 8 negara ASEAN dalam hal kesiapan pada aspek teknologi digital. Angka tersebut didapatkan dari penilaian terhadap beberapa indikator digital, termasuk ketersediaan teknologi dan SDM. Kondisi  ini menjadi tantangan yang harus dihadapi dalam penerapan rekam medis elektronik di Indonesia. 

Kesiapan infrastruktur digital memang masih menjadi permasalahan dalam transformasi digital sektor kesehatan. Seperti yang dipaparkan dalam nasional.sindonews.com, riset Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) mencatat hanya 40% dari total 3.036 rumah sakit yang sudah melakukan pelayanan digital. Ketersediaan infrastruktur menjadi salah satu faktor utama yang menghambat implementasi teknologi digital. Oleh sebab itu, seluruh pengelola faskes harus menyiapkan strategi untuk mengantisipasi tantangan penerapan rekam medis elektronik ini.

Meskipun banyak tantangan yang harus dihadapi di atas, aplikasi AVIAT SIMRS dapat membantu fasyankes memenuhi kebutuhan rekam medis elektronik dengan aman dan mudah. Aplikasi ini telah memenuhi standar keamanan data dan dapat diakses di seluruh wilayah Indonesia dengan ketersediaan infrastruktur digital yang cukup. Dengan menggunakan aplikasi AVIAT SIMRS, fasyankes dapat meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam pencatatan rekam medis elektronik serta memenuhi kebijakan pemerintah dengan tepat waktu. Ingin mengetahui lebih lanjut tentang cara kerja AVIAT SIMRS? Hubungi tim marketing AVIAT untuk informasi selengkapnya! (Septiani)

Similar Posts