Tantangan Penerapan “SIMRS Terintegrasi” bagi Faskes di Indonesia
Implementasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) saat ini menjadi salah satu prioritas pemerintah dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Hal ini terlihat dari berbagai kebijakan yang ditujukan untuk mendorong penggunaan SIMRS terintegrasi di seluruh rumah sakit di Indonesia. Regulasi implementasi SIMRS di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 82 tahun 2013 yang menetapkan bahwa semua rumah sakit wajib menggunakan SIMRS.
Peran SIMRS Dalam Mendukung Peningkatan Kualitas Layanan Kesehatan
Implementasi SIMRS mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan kesehatan. SIMRS memungkinkan rumah sakit untuk mengelola informasi pasien secara lebih terorganisir dan terintegrasi, sehingga mempermudah dokter dan perawat dalam memberikan perawatan yang tepat dan efektif.
Selain itu, SIMRS terintegrasi juga dapat membantu meningkatkan kinerja rumah sakit secara keseluruhan. Integrasi data memungkinkan manajemen untuk melacak dan memantau kinerja departemen dan staf, sehingga dapat melakukan analisa masalah pada layanan serta membuat kebijakan yang tepat untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas.
Sebagai upaya untuk mengoptimalkan pengelolaan data kesehatan di Indonesia, pemerintah kini tengah berupaya untuk mewujudkan integrasi data kesehatan nasional melalui platform Indonesia Health Services (IHS) yang diberi nama SATUSEHAT. Melalui integrasi data kesehatan nasional, setiap fasilitas kesehatan (faskes) dapat mengakses data kesehatan pasien yang dibuat oleh faskes lainnya. Berbagai kebijakan ini pada akhirnya menjadi tantangan bagi setiap faskes untuk segera mengimplementasikan SIMRS yang terintegrasi.
Tantangan Penerapan SIMRS Terintegrasi
Penerapan SIMRS bukanlah hal yang sederhana, terutama bagi sektor kesehatan di Indonesia yang baru memulai proses transformasi di sektor kesehatan. Ada banyak tantangan yang harus dihadapi untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan melalui penerapan dan integrasi SIMRS. Berikut tantangan-tantangan yang harus dihadapi faskes di Indonesia dalam penerapan SIMRS terintegrasi:
- Kesiapan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi dalam integrasi data kesehatan di Indonesia adalah keterbatasan infrastruktur TIK yang diperlukan untuk mengelola data kesehatan yang kompleks. Dilansir dari databoks.katadata.co.id, DKI Jakarta menjadi provinsi dengan ketersediaan infrastruktur dan ekosistem digital yang paling baik di Indonesia. Meskipun begitu, DKI Jakarta hanya mendapat skor 54,5 dari skala 0-100. Itu artinya, infrastruktur digital di Indonesia masih sangat terbatas.
- Kompetensi SDM
Keterbatasan SDM yang terampil dalam membangun dan mengoperasikan sistem juga menjadi kendala dalam implementasi SIMRS terintegrasi di Indonesia. Banyak petugas medis Indonesia yang tidak memiliki pengalaman dalam menggunakan teknologi canggih seperti SIMRS. Hal ini dapat menghambat efisiensi dan efektivitas penggunaan sistem dan memperlambat proses pelayanan kesehatan.
- Privasi dan keamanan data kesehatan
SIMRS terintegrasi memang mampu mewujudkan kemudahan akses dan berbagi data antar faskes di berbagai daerah. Namun, hal ini juga menimbulkan tantangan untuk tetap menjaga privasi dan keamanan data kesehatan pasien Faskes harus memastikan bahwa data kesehatan pasien terlindungi dan tidak disalahgunakan.
Ketika data kesehatan pasien disimpan dalam sistem SIMRS, maka faskes harus memastikan bahwa data tersebut tidak mudah diakses oleh pihak yang tidak berwenang. Untuk itu, sangat penting bagi manajemen faskes untuk memilih aplikasi SIMRS yang telah didukung dengan sistem keamanan yang handal seperti fitur pembatasan hak akses pada AVIAT SIMRS. Dengan fitur pembatasan hak akses, manajemen dapat mengatur siapa-siapa saja yang diizinkan untuk mengakses setiap data faskes.
- Biaya
Kendala lainnya adalah biaya pengadaan, pengoperasian, dan pemeliharaan sistem SIMRS terintegrasi. Faskes harus menentukan strategi pengadaan yang tepat. Manajemen faskes juga harus dapat memperhitungkan biaya operasional dan pemeliharaan sistem SIMRS, mulai dari biaya pelatihan karyawan, perawatan perangkat keras dan perangkat lunak, dan biaya peningkatan sistem. Kesalahan dalam memasukan variabel anggaran dalam rencana penerapan SIMRS dapat berdampak pada implementasi SIMRS yang tidak optimal dan sesuai standar.
Kabar baiknya, AVIAT SIMRS dapat menjadi jawaban untuk mengatasi tantangan-tantangan dalam penerapan SIMRS terintegrasi di Indonesia. Didesain dengan dukungan berbagai fitur canggih terkini dan sistem keamanan yang memadai, AVIAT SIMRS mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan sistem serta mempercepat proses pelayanan kesehatan. Dengan fitur pembatasan hak akses, manajemen dapat mengatur siapa-siapa saja yang diizinkan untuk mengakses setiap data faskes.
Selain itu, AVIAT SIMRS juga dapat membantu faskes dalam menentukan strategi pengadaan yang tepat serta memperhitungkan biaya operasional dan pemeliharaan sistem SIMRS. Dengan AVIAT SIMRS, faskes dapat memperoleh manfaat dari penerapan SIMRS terintegrasi tanpa perlu khawatir akan tantangan-tantangan yang muncul. Segera hubungi tim marketing AVIAT untuk berdiskusi lebih lanjut tentang rencana implementasi SIMRS terintegrasi bagi faskes Anda! (Septiani)