Digitalisasi di Indonesia Lebih Cepat dari Prediksi, Hoax atau Fakta?
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi pasti akan membawa perubahan pada peradaban manusia. Seperti saat ini, saat perkembangan teknologi bergerak dengan begitu pesat, teknologi digital menjadi dasar bagi berbagai sektor kehidupan. Perkembangan teknologi juga mulai mendorong terjadinya digitalisasi di Indonesia. Mulai dari sektor pendidikan, sektor industri, layanan masyarakat, bahkan aspek-aspek sosial lainnya.
Menurut pendiri Institute of Social Economic Digital (ISED), Sri Adiningsih, digitalisasi di Indonesia setidaknya membutuhkan waktu 10 tahun ke depan. Hal ini mencakup persiapan infrastruktur, SDM, tahap edukasi hingga terjadi kebiasaan. Namun nyatanya, pandemi Covid-19 yang terjadi pada awal tahun 2020 kemarin memaksa percepatan digitalisasi di Indonesia. Apakah benar bahwa saat ini Indonesia sudah masuk ke fase transformasi digital?
Transformasi Digital di Indonesia
Salah satu indikator untuk mengukur transformasi digital suatu peradaban adalah tingkat penggunaan teknologi di masyarakat itu sendiri. Menurut data yang dipublikasi oleh internetworldstats.com, Indonesia menjadi negara dengan jumlah pengguna Internet terbanyak ke-3 di Asia. Pada Maret 2021, tercatat jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 212,35 juta jiwa. Hal ini menunjukan bahwa digitalisasi di Indonesia sudah hadir di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Tidak dapat dipungkiri, pandemi Covid-19 lalu memaksa masyarakat untuk mulai bersahabat dengan teknologi. Berbagai kegiatan yang dilakukan secara langsung, terpaksa harus berubah menjadi sistem daring/online mulai dari layanan kesehatan, kegiatan belajar mengajar, hingga layanan pemerintahan dan perkantoran.
Berbagai tawaran kemudahan dan kepraktisan teknologi digital pada akhirnya memunculkan ketergantungan masyarakat terhadapnya. Masyarakat menjadi semakin terbiasa dan nyaman dengan perkembangan digitalisasi di Indonesia. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh ISED pada tahun 2020, 74 persen masyarakat justru merasa lebih senang untuk bekerja dari rumah (work from home).
Contoh lainnya adalah banyaknya penggunaan transportasi online serta pesan makanan online, meningkatnya nilai transaksi online dan semakin ditinggalkannya transaksi konvensional, hingga terjadinya transformasi digital di berbagai sektor industri. Masyarakat cenderung lebih memilih untuk memanfaatkan teknologi ketimbang harus melakukannya secara manual. Hal ini menunjukan, bahwa digitalisasi di Indonesia sudah terjadi bahkan jauh lebih cepat daripada yang diprediksikan oleh para ahli.
Pengaruh Digitalisasi di Indonesia
Melihat fakta bahwa teknologi sudah masuk ke sendi-sendi kehidupan masyarakat, satu hal yang menjadi pertanyaan adalah apakah kita siap untuk menghadapi transformasi digital yang sudah berada di depan mata?
Digitalisasi di Indonesia secara alam bawah sadar telah mempengaruhi preferensi masyarakat terhadap suatu produk tertentu. Masyarakat yang sudah terbiasa dengan layanan digital, terutama kaum milenial yang tumbuh dan berkembang dengan teknologi, akan cenderung memilih alternatif yang sudah berbentuk digital. Tidak terkecuali dalam memilih layanan kesehatan.
Pengaruh digitalisasi di Indonesia terhadap dunia kesehatan dapat dilihat dari tingginya penggunaan telemedis. Sejak 2020, tercatat sudah ada 30 juta pengguna aplikasi telemedis Alodokter serta telah melibatkan tidak kurang dari 43 ribu dokter yang aktif setiap bulannya. Data ini menunjukan tingginya minat masyarakat terhadap transformasi digital di bidang pelayanan kesehatan.
Kemudahan dan kecepatan layanan yang ditawarkan telemedis membuat ekspektasi masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang baik berubah. Masyarakat sudah tidak mau lagi menghabiskan waktu berjam-jam di rumah sakit hanya untuk mendapatkan pemeriksaan rawat jalan, melakukan perjalanan antar kota hanya untuk kontrol rutin, ataupun hal merepotkan lainnya ketika menjalani jadwal pemeriksaan langsung.
Tawaran kemudahan dan kepraktisan membuat masyarakat menjadi semakin nyaman dengan pelayanan kesehatan digital seperti telemedis, terutama untuk melakukan konsultasi dan pemeriksaan rutin atas penyakit yang tidak terlalu serius. Masyarakat memanfaatkan telemedis untuk mendapatkan diagnosis dan resep dokter, untuk kemudian membelinya secara mandiri di apotek. Untuk merespon efek digitalisasi di Indonesia ini, khususnya pada bidang kesehatan, pihak manajemen rumah sakit harus mulai mempertimbangkan untuk merencanakan layanan kesehatan digital yang praktis dan mudah.
Rumah sakit dapat menggunakan aplikasi digital seperti AVIAT SIMRS untuk mendukung kebutuhan manajemen dan administrasi layanan. Selain itu, rumah sakit juga dapat memanfaatkan aplikasi AVIAT telemedis untuk menyediakan layanan konsultasi online, baik dokter umum maupun spesialis. Berbagai aplikasi tersebut dapat dipasang sesuai dengan kebutuhan rumah sakit secara temporer maupun permanen.
Hubungi tim marketing AVIAT yang siap untuk membantu dan mendiskusikan lebih lanjut tentang rencana pengembangan rumah sakit Anda! (Septiani)