Tantangan Penerapan Rekam Medis Elektronik

Seluruh Fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) harus menyelenggarakan Rekam Medis Elektronik (RME) paling lambat pada tanggal 31 Desember 2023 lalu. Ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 Permenkes No. 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis. Itu artinya, seluruh fasyankes, mulai dari rumah sakit, puskesmas, klinik, praktek dokter pribadi, dan fasyankes lainnya wajib sudah menyelenggarakan rekam medis secara elektronik per 1 Januari 2024.

 Peralihan dari rekam medis konvensional ke sistem elektronik menandai era baru sektor pelayanan kesehatan di Indonesia. Langkah ini menjadi awal dari modernisasi dan perbaikan kualitas layanan kesehatan. Namun, perubahan ini juga membawa berbagai tantangan yang harus dihadapi oleh seluruh pihak, terutama fasyankes yang berperan sebagai penyelenggara layanan kesehatan. Dalam artikel ini, kami akan membahas tentang tantangan dalam penerapan rekam medis elektronik.

Keterbatasan SDM

Untuk memberikan dampak yang optimal, inovasi teknologi kesehatan idealnya harus diimbangi dengan ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten. Namun melihat kondisi saat ini, Indonesia masih kekurangan SDM berkompeten di bidang teknologi manajemen rekam medis. Hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa setiap tahunnya, Indonesia kekurangan 600 ribu SDM di sektor digital.

Dibutuhkan pemahaman mendalam tentang sistem informasi kesehatan, keamanan data, pemeliharaan, serta analisis data yang efektif guna mematikan kelancaran RME. Keterbatasan jumlah tenaga yang terampil dan terlatih dalam mengelola sistem rekam medis elektronik dapat menghambat proses implementasinya.

Proses Adaptasi dengan Teknologi Baru

Perubahan dari sistem konvensional menjadi lingkungan digital yang memerlukan pemahaman teknologi yang lebih mendalam. Keterbatasan pengetahuan dalam pengelolaan rekam medis secara digital di kalangan staf kesehatan menjadi hambatan dalam implementasinya. Selain itu, resistensi terhadap perubahan juga merupakan masalah, karena beberapa individu mungkin enggan meninggalkan praktik lama yang sudah familiar.

Pengadaan pelatihan dan seminar tentang nilai penting transisi ke rekam medis elektronik sangat dibutuhkan dalam mengatasi masalah ini. Melalui program-program ini, diharapkan fasyankes dapat memahami manfaat dari implementasi RME, serta memberikan pengetahuan-pengetahuan yang diperlukan dalam pengelolaan rekam medis elektronik. Selain itu, implementasi sistem RME yang mudah dioperasikan juga akan meminimalisir hambatan yang mungkin terjadi selama pengelolaan RME.

Anggaran Implementasi dan Biaya Operasional

Besarnya anggaran yang diperlukan untuk implementasi rekam medis elektronik dan biaya operasional yang terkait juga menjadi salah satu tantangan utama yang harus dihadapi. Proses transisi dari sistem rekam medis konvensional ke platform digital memerlukan investasi yang signifikan dalam hal infrastruktur teknologi, perangkat lunak khusus, dan pelatihan staf.

Biaya awal untuk mengadopsi teknologi RME seringkali cukup tinggi, termasuk pengadaan perangkat keras dan perangkat lunak, serta biaya konsultasi dan integrasi sistem. Selain itu, biaya operasional untuk pemeliharaan, pembaruan, dan keamanan data juga perlu dipertimbangkan. Disisi lain, setiap fasyankes tidak memiliki sumber daya yang sama. 

Mengidentifikasi kebutuhan layanan, solusi yang efisien, serta pertimbangan biaya jangka panjang sangat diperlukan dalam perencanaan implementasi RME. dalam hal ini, memilih vendor rekam medis elektronik yang memiliki beragam versi untuk fleksibilitas anggaran akan sangat membantu keberhasilan implementasi RME tanpa mengganggu kondisi keuangan fasyankes.

Perlunya Didahului dengan Penerapan SIMRS

Sebelum mengimplementasikan RME, idealnya faskes telah memiliki Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) terlebih dulu, sehingga memudahkan integrasi antar keduanya. Integrasi antara RME dan SIMRS ini penting untuk memastikan alur informasi yang terkoordinasi dan efisien di fasyankes, serta memudahkan integrasi dengan platform SATUSEHAT. Sebagai informasi, kebijakan RME juga dibarengi dengan kewajiban fasyankes untuk terintegrasi dengan platform SATUSEHAT.

Mengintegrasikan sistem RME dengan SIMRS yang telah ada bukanlah sesuatu yang mudah. Manajemen harus memastikan bahwa sistem RME dan SIMRS yang digunakan dapat saling terintegrasi, dan memenuhi syarat untuk dapat terhubung dengan platform SATUSEHAT. Oleh sebab itu, penting untuk terlebih dulu menerapkan SISMRS yang dapat terintegrasi dengan platform SATUSEHAT dan sistem rekam medis elektronik yang akan digunakan.

Implementasi AVIAT SIMRS tidak hanya memberikan solusi untuk integrasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) dan Rekam Medis Elektronik (RME), namun juga membawa keuntungan tambahan. Interoperabilitasnya memungkinkan AVIAT SIMRS untuk dengan mudah terhubung dengan platform SATUSEHAT, memenuhi kewajiban faskes sesuai dengan kebijakan RME. Dengan demikian, faskes dapat memanfaatkan satu solusi komprehensif yang tidak hanya meningkatkan efisiensi alur informasi, tetapi juga memastikan integrasi yang mulus dengan platform kesehatan nasional. Hubungi tim marketing AVIAT untuk mendapatkan penjelasan selengkapnya tentang fitur-fitur AVIAT SIMRS! (Septiani)

Similar Posts