Inilah Proses Lengkap Rekonsiliasi Obat
Kesembuhan dan keselamatan pasien merupakan prioritas dalam setiap tindakan pengobatan. Sebagai penyedia layanan kesehatan, fasilitas kesehatan (faskes) tidak hanya dituntut untuk memastikan bahwa pasien menerima obat sesuai dengan rekomendasi medis, tetapi juga mengidentifikasi potensi risiko atau interaksi obat yang dapat membahayakan kesehatan mereka. Dalam hal ini, kegiatan rekonsiliasi obat menjadi bagian penting dalam layanan kesehatan di setiap faskes.
Dengan memastikan kesesuaian obat yang diberikan serta kepatuhan pasien terhadap rencana pengobatan, faskes dapat meningkatkan tingkat efektivitas pengobatan, mempercepat proses pemulihan, dan meminimalisir risiko komplikasi yang tidak diinginkan. Rekonsiliasi obat juga memberikan kesempatan bagi tenaga kesehatan untuk memberikan edukasi kepada pasien tentang obat yang mereka konsumsi, sehingga meningkatkan kesadaran pasien akan pengaruh dan potensi efek samping dari obat-obatan tersebut.
Pengertian dan Nilai Penting
Rekonsiliasi obat adalah proses yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, terutama farmasis atau tenaga medis terlatih untuk memastikan bahwa pasien mengkonsumsi obat sesuai dengan resep dokter atau petunjuk medis yang diberikan. Hal ini penting dilakukan guna mengidentifikasi dan mengatasi perbedaan atau diskrepansi antara obat yang direncanakan untuk digunakan oleh pasien dengan obat yang sebenarnya dikonsumsi. Dengan memastikan kepatuhan terhadap konsumsi obat, faskes juga turut berkontribusi dalam meningkatkan hasil pengobatan dan kualitas perawatan pasien secara keseluruhan.
Dalam dunia medis, proses rekonsiliasi obat menjadi bagian penting untuk memastikan efektivitas pengobatan pasien. Faktanya, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap konsumsi obat masih rendah. Dilansir dari www.ncbi.nlm.nih.gov, laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa angka kepatuhan pasien dalam konsumsi obat yang diresepkan dokter di negara-negara berkembang seperti Indonesia hanya mencapai 50%.
Sejalan dengan temuan tersebut, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) juga menemukan banyaknya masyarakat yang menyimpan dan mengkonsumsi obat yang tergolong keras tanpa arahan dokter. Melansir data dari www.sehatnegeriku.kemkes.go.id, sebanyak 35,2% rumah tangga menyimpan obat tanpa petunjuk dokter. Dari angka tersebut, 35,7% diantaranya merupakan obat keras dan 27,8% lainya menyimpan antibiotik yang mayoritas didapatkan tanpa resep dokter. Fakta ini cukup mengkhawatirkan, mengingat bahwa konsumsi obat yang tidak tepat dapat menyebabkan efek samping serius atau resistensi antibiotik.
Tahapan Rekonsiliasi Obat
Untuk menjamin keakuratan pengobatan pasien, proses rekonsiliasi obat dilakukan dalam beberapa tahapan yang saling berkesinambungan. Pertama, pencatatan dan verifikasi data. Informasi lengkap tentang riwayat obat pasien harus tercatat dengan cermat. Hal ini mencakup obat preskripsi, obat bebas, suplemen, dan pengobatan alternatif. Verifikasi data ini menjadi informasi dasar yang sangat penting untuk keseluruhan proses rekonsiliasi.
Selanjutnya, tahap komparasi obat yang pernah dikonsumsi. Pada tahap ini, tim kesehatan membandingkan rencana pengobatan yang direkomendasikan dengan obat yang sebenarnya dikonsumsi oleh pasien. Tujuannya untuk mengidentifikasi potensi perbedaan atau diskriminasi yang perlu diperhatikan. Ketika terdapat perbedaan antara rencana pengobatan dan obat yang sebenarnya dikonsumsi, hal ini dapat mengindikasikan kemungkinan masalah atau risiko yang perlu diatasi.
Apabila terdapat ketidaksesuaian, pasien sangat disarankan untuk melakukan konfirmasi kepada dokter yang meresepkan obat. Komunikasi yang efektif antara anggota tim kesehatan, termasuk dokter dan farmasis sangat penting dalam memastikan keakuratan rencana pengobatan. Hal ini juga akan memastikan bahwa pasien mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan kondisi medisnya, serta menghindari potensi interaksi obat yang berbahaya.
Terakhir, komunikasi terbuka dengan pasien mengenai perubahan yang diperlukan merupakan tahapan penutup dalam proses rekonsiliasi obat. Pasien perlu memahami dengan jelas mengenai rencana pengobatan yang direkomendasikan dan potensi perubahan yang diperlukan. Penting bagi dokter untuk memberikan edukasi kepada pasien tentang obat-obatan yang mereka konsumsi. Pasien harus memahami cara penggunaan obat, dosis yang benar, dan potensi efek samping yang mungkin terjadi. Hal ini membantu meningkatkan kepatuhan pasien terhadap rencana pengobatan.
Dalam konteks memudahkan proses rekonsiliasi obat, Modul Farmasi Klinis AVIAT SIMRS menjadi solusi terkini untuk faskes Anda. Sistemnya dirancang untuk terintegrasi secara sempurna dengan unit-unit lain dalam faskes, memastikan sinkronisasi data pasien yang cepat dan akurat pada layar komputer setiap staf. Modul ini menyediakan platform yang mempermudah pencatatan dan verifikasi data obat pasien, termasuk riwayat obat preskripsi, obat bebas, suplemen, dan pengobatan alternatif. Melalui fitur komparasi obat, tim kesehatan dapat dengan mudah membandingkan rencana pengobatan yang direkomendasikan dengan obat yang sebenarnya dikonsumsi oleh pasien, mengidentifikasi potensi perbedaan atau diskriminasi yang perlu mendapat perhatian khusus.
Apakah Anda ingin mengetahui cara kerja Modul Farmasi Klinis AVIAT SIMRS secara lebih mendalam? Hubungi tim marketing AVIAT untuk mengajukan request demo aplikasi!